Fifty Shades Freed (Fifty Shades #3) (12)

***
Ketika aku bangun, matahari bersinar menembus jendela kapal dan air memantulkan pola berkilauan masuk kedalam dan berpendar diatas langit-langit kabin. Christian tidak nampak. Aku merentangkan tubuhku dan tersenyum. Hmm...Aku menerima hukuman seks liar kemudian menebusnya dengan seks yang lembut kapan saja. Aku heran memasuki tempat tidur dengan dua pria yang berbeda - Christian yang pemarah dan Christian yang bersikap biarkan-aku- menebus-kesalahanku–dengan cara-apapun-yang-aku-bisa. Rasanya sulit untuk memutuskan pilihan terbaik diantara mereka yang paling aku sukai.
Aku bangun dan berjalan ke kamar mandi. Membuka pintu, aku menemukan Christian di dalam sedang bercukur, telanjang hanya memakai handuk yang melilit dipinggangnya. Dia berbalik dan memperhatikanku, tidak terganggu karena aku menyela dia. Aku menyadari bahwa Christian tak pernah mengunci pintu jika ia sendirian di kamar mandi - alasannya mengapa begitu menenangkan, dan tidak satupun ingin kupikirkan.
"Selamat pagi, Mrs. Grey," katanya, memancarkan suasana hatinya yang sedang baik.
"Selamat pagi juga." Aku tersenyum kembali saat aku menonton dia sedang bercukur. Aku suka menonton dia sedang bercukur. Dia mendorong dagunya keatas dan mencukur dari bawah, sengaja berlama-lama saat dia menyapunya, dan tanpa sadar aku menemukan diriku menirukan tindakannya. Menarik bibir atasku kebawah seperti yang dilakukannya, untuk mencukur philtrum (lekukan diatas bibir). Dia berbalik dan menyeringai padaku, sebagian dari wajahnya masih tertutup busa untuk bercukur.
"Menikmati pertunjukan?" Tanya dia.
Oh, Christian, aku bisa menontonmu selama berjam-jam. "Salah satu favoritku setiap waktu," bisikku, dan ia membungkuk dan menciumku dengan cepat, busa cukurnya mengolesi wajahku.
"Haruskah aku melakukan ini padamu lagi?" dia berbisik dengan nakal dan mengangkat pisau cukur.
Aku mengerutkan bibir padanya. "Tidak," gumamku, pura-pura merajuk. "Aku akan wax lain kali saja." Aku ingat kesenangan Christian waktu di London ketika ia mendapati itu pada saat dia menemukan sekali di sana, aku sedang mencukur rambut kemaluanku karena penasaran. Tentu saja aku tidak melakukannya untuk Mr. Penuntut berstandar tinggi itu...
~ o0o ~
"Apa-apaan sih yang kau lakukan?" Teriak Christian. Dia tak bisa menahan rasa ngerinya dengan sedikit geli. Dia duduk tegak di tempat tidur di kamar kami di Hotel Browns dekat Piccadilly, menyalakan lampu samping tempat tidur dan menatap ke arahku, mulutnya terkejut membentuk huruf O. Yang pasti masih tengah malam. Mukaku memerah sewarna seprei di ruang bermain dan mencoba untuk menurunkan baju tidur satinku sehingga ia tidak bisa melihat. Dia meraih tanganku untuk menghentikanku.
"Ana!"
"Aku-err. . . bercukur."
"Aku bisa melihatnya. Kenapa?" Dia menyeringai dengan lebar. Aku menutupi mukaku dengan tanganku. Mengapa aku begitu malu?
"Hei," katanya lembut dan menarik tanganku menjauh. "Jangan malu." Dia menggigit bibirnya hingga ia tak bisa tertawa. "Katakan. Kenapa?" Matanya menari-nari dengan kegembiraan. Mengapa ia menganggap ini sangat lucu?
"Hentikan menertawakan aku."
"Aku tidak menertawakanmu. Maafkan aku. Aku...hanya merasa senang," katanya.
"Oh..."
"Katakan. Kenapa?"
Aku menghembuskan napas dalam-dalam. "Pagi ini, setelah kau pergi meeting, aku mandi dan teringat semua aturanmu."
Dia berkedip. Humor dalam ekspresinya langsung hilang, dan ia menanggapi aku dengan hati- hati.
"Dan aku mencentang aturanmu satu per satu dan bagaimana perasaanku tentang aturanmu itu, dan aku ingat salon kecantikan itu, dan kupikir...ini adalah apa yang kau sukai. Aku tak cukup berani untuk melakukan wax." Suaraku menghilang menjadi sebuah bisikan.
Dia menatapku, matanya menyala - kali ini tidak dengan kegembiraan karena kebodohanku, tapi karena cinta.
"Oh Ana," dia mengambil nafasnya. Dia membungkuk dan menciumku dengan lembut.
"Kamu memperdaya aku," bisiknya dibibirku dan menciumku sekali lagi, menahan wajahku dengan kedua tangannya.
Setelah beberapa saat kami kehabisan napas, ia menarik kebelakang dan bertumpu di atas satu siku. Selera humornya telah kembali.
"Kurasa aku harus melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dari hasil karyamu, Mrs. Grey."
"Apa? Jangan." Dia pasti bercanda! Aku menutupi diriku, melindungi milikku yang baru saja gundul.
"Oh tidak, jangan Anastasia." Dia mencengkeram tanganku dan menariknya menjauh, berpindah dengan gesit jadi dia diantara kedua kakiku, menjepit tanganku ke sampingku. Dia memberiku tatapan yang membakar hingga bisa menyalakan sumbu, tapi sebelum aku terbakar, ia membungkuk dan bibirnya meluncur turun ke perut telanjangku langsung menuju seks-ku. Aku menggeliat di bawahnya, dengan berat hati pasrah dengan takdirku.
"Well, apa yang kita dapati disini?" Christian menanamkan ciuman di mana-mana, sampai pagi, aku memiliki rambut pubis - kemudian dagunya dengan rambut yang baru tumbuh menggores melintas pubisku.
"Ah!" Aku berteriak. Wow...itu daerah sensitif.
Tatapan mata Christian melesat kearahku, penuh kerinduan dengan pandangan tidak senonoh. "Kurasa ada sedikit yang terlewat," gumamnya dan menarikku dengan lembut, tepat di bawahnya.
"Oh...Sial," gumamku, berharap ini akan mengakhiri pemeriksaannya yang terus terang sangat
menggangguku.
"Aku punya ide." Dia melompat keluar dari tempat tidur dengan telanjang dan menuju ke kamar mandi.
Apa sih yang dia lakukan? Dia kembali beberapa saat kemudian, dengan membawa segelas air, mug, pisau cukurku, kuas cukurnya, sabun, dan handuk. Dia menaruh air, kuas, sabun, dan pisau cukur di atas meja samping tempat tidur dan menatap ke arahku, sambil memegang handuk.
Oh tidak! Bawah sadarku membanting literatur ‘Complete Works karya Charles Dickens’, melompat berdiri dari kursinya, dan menempatkan tangannya di pinggulnya.
"Tidak Tidak, tidak," suaraku melengking.
"Mrs. Grey, jika ada pekerjaan yang sangat bernilai untuk dilakukan, ini adalah layak dilakukan dengan baik. Angkat pinggulmu." Matanya bercahaya, abu-abu memanas seperti badai.
"Christian! Kau tidak akan mencukurku."
Dia memiringkan kepalanya ke satu sisi. "Kenapa tidak?"
Mukaku memerah...bukankah itu sudah jelas? "Karena...Itu begitu... "
"Intim?" Bisiknya. "Ana, aku mengharapkan keintiman denganmu - kau tahu itu. Selain itu, setelah semua yang sudah pernah kita lakukan, jangan merasa malu dengan aku sekarang. Dan, aku tahu ini bagian dari tubuhmu yang lebih baik kau yang melakukan."
Aku menganga kepadanya. Dari semua kesombongangnya...itu memang benar - api masih diam. "Hanya saja ini salah!" Suaraku sangat pelan dan sedikit merengek.
"Ini tidaklah salah - tapi ini sangat panas."
Panas? Benarkah? "Ini membuatmu bergairah?" Aku tidak bisa menjaga keherananku yang keluar dari suaraku.
Dia mendengus. "Tidakkah kau tahu?" Dia melirik ke bawah dengan bergairah. "Aku ingin mencukurmu," bisiknya.
Oh, peduli amat. Aku berbaring kembali, melemparkan tanganku menutupi wajahku jadi aku tak harus menontonnya.
"Jika itu membuatmu bahagia, Christian, silakan. Kau memang sangat kinky," gumamku, saat aku mengangkat pinggulku, dan ia menempatkan handuk di bawahku. Dia mencium bagian dalam pahaku.
"Oh sayang, kau tepat sekali."
Aku mendengar suara air diaduk saat ia mencelupkan kuas cukur didalam gelas yang berisi air, lalu putaran pelan dari kuas di mug. Dia mencengkeram pergelangan kaki kiriku dan memisahkan kedua kakiku, dan tempat tidurnya ambles saat ia duduk di antara kedua kakiku.
"Aku benar-benar ingin mengikatmu saat ini," bisiknya.
"Aku berjanji untuk tetap diam."
"Bagus."
Aku terkesiap saat ia menyabuni dengan kuas diatas tulang pubis-ku. Rasanya hangat. Air di gelas itu pasti panas. Aku sedikit menggeliat. Rasanya menggelitik...tapi dalam artian yang baik.
"Jangan bergerak," Christian menegurku dan menjalankan kuasnya lagi.
"Atau aku akan mengikatmu," tambahnya bertambah gelap, dan gemetar penuh kenikmatan berjalan menuruni tulang belakangku.
"Apa kau pernah melakukan ini sebelumnya?" Aku bertanya ragu-ragu ketika ia meraih pisau cukur.
"Tidak."
"Oh. Bagus." Aku menyeringai.
"Pertama kali yang lainnya, Mrs. Grey."
"Hmm. Aku menyukai pengalaman pertama."
"Aku juga. Ayo kita mulai." Dengan kelembutan yang membuatku kaget, dia menjalankan pisau cukur di atas daerah sensitifku. "Tetap diam," katanya sambil lalu, dan aku tahu dia sedang berkonsentrasi.
Hanya membutuhkan waktu beberapa menit sebelum ia meraih handuk dan menghapus semua sisa busa yang ada.
"Sekarang - aku lebih menyukainya," ia merenung, dan akhirnya aku bertumpu pada tanganku untuk melihat dia saat dia duduk kembali untuk mengagumi hasil pekerjaannya.
"Puas?" Aku bertanya, suaraku serak.
"Sangat." Dia menyeringai nakal dan perlahan-lahan mendorong satu jarinya memasuki diriku.
"Tapi sangat menyenangkan," katanya, matanya melembut seperti mengejek.
"Mungkin menurutmu." Aku mencoba untuk cemberut-tapi dia memang benar... itu...menggairahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar