Fifty Shades Freed (Fifty Shades #3) (21)

"Kau bercanda. Kau akan menghukumku jika membuat lecet mobilmu? Kau lebih mencintai mobilmu dari pada aku?" godaku.
"Hampir," katanya dan mengulurkan tangannya untuk meremas dengkulku. "Tapi mobil ini tak menghangatkanku di malam hari."
"Aku yakin hal itu bisa diatur. Kau bisa tidur didalam mobil," bentakku.
Christian tertawa. "Kita belum berada dirumah selama sehari dan kau sudah menendangku keluar?" Ia terlihat senang. Aku menatapnya dan ia memberikanku senyuman lebar, dan meskipun aku ingin marah padanya, sangat mustahil marah saat ia sedang dalam mood seperti ini. Sekarang hal itu terlintas dipikiranku, ia sudah lebih baik sejak ia meninggalkan ruang kerjanya pagi ini. Dan itu membuatku sadar bahwa aku sedang merajuk padanya karena kami harus kembali ke realitas, dan aku tak tahu apakah ia akan kembali ke mode Christian yang lebih tertutup pra-bulan madu, atau aku akan mendapatkan versi baru yang sudah dikembangkan.
"Mengapa kau sangat senang?" aku bertanya.
Ia menyunggingkan senyum lainnya padaku. "Karena percakapan ini sangat... normal."
"Normal!" Aku mendengus. "Tidak setelah tiga minggu pernikahan! Tentunya."
Senyumannya langsung menghilang.
"Aku bercanda, Christian," gumamku cepat, tak ingin membunuh moodnya. Ini menamparku saat aku menyadari bahwa ia selalu ragu akan dirinya. Aku rasa ia memang selalu seperti ini, tapi hal ini tersembunyi dibalik penampilannya yang mengintimidasi. Ia sangat mudah digoda, mungkin karena ia tak terbiasa digoda. Ini adalah pengungkapan, dan aku menemukan lagi bahwa kami harus saling belajar banyak satu sama lain.
"Jangan khawatir, aku akan tetap memakai Saab," aku menggumam dan berbalik untuk menatap jendela, mencoba menghapus mood jelekku.
"Hey. Ada apa?"
"Tidak."
"Kadang-kadang kau sungguh membuatku frustasi, Ana. Katakan padaku."
Aku berbalik dan tersenyum padanya. "Sama seperti dirimu, Mr. Grey."
Ia membeku. "Aku mencoba," katanya lembut.
"Aku tahu. Begitu juga denganku." Aku tersenyum dan moodku kembali cerah.
~~~
Carrick terlihat menggelikan saat menggunakan topi koki dan celemek Licensed to Grill (Berlisensi untuk memanggang) saat ia berdiri disamping barbecue. Setiap kali aku melihatnya, hal itu membuatku tersenyum. Faktanya, semangatku sudah naik lagi. Kami semua duduk mengelilingi meja di teras rumah keluarga Grey, saat Elliot dan Christian saling mengejek dan mendiskusikan rencana rumah baru, dan Ethan dan Kate menginterogasiku dengan pertanyaan tentang bulan madu kami. Christian tetap memegang tanganku, jemarinya memainkan cincin pernikahanku.
"Jadi jika kau bisa menyelesaikan rencana itu dengan Gia, aku punya jangka waktu September hingga pertengahan November dan membawa semua kru untuk menyelesaikannya," kata Elliot saat ia merengang badan dan menaruh lengan di sekitar bahu Kate, membuat Kate tersenyum.
"Gia akan datang untuk mendiskusikan rencana itu besok malam," balas Christian. "Aku harap kami bisa menyelesaikannya saat itu." Ia berbalik dan menatap penuh harap padaku.
Oh...ini berita baru.
"Tentu." Aku tersenyum padanya, sebagian besar untuk kebaikan keluarganya, tapi semangatku tenggelam lagi. Mengapa ia mengambil keputusan tanpa memberitahuku? Atau ini karena aku memikirkan Gia - pinggul yang menggoda, payudara yang penuh, pakaian dari perancang mahal, dan parfum - tersenyum terlalu profokatif kepada suamiku? Bawah sadarku menatap garang padaku. Christian tak memberikanmu alasan untuk cemburu. Sial, aku sangat labil hari ini. Apa yang terjadi padaku?
"Ana," panggil Kate, menarikku keluar dari khayalanku. "Kau masih di Perancis selatan?"
"Ya," aku membalas dengan senyuman.
"Kau terlihat sangat baik," katanya, meskipun ia menegang saat mengatakannya.
"Kalian berdua terlihat sangat baik." Grace berseri saat Elliot mengisi gelas kami.
"Untuk pasangan yang berbahagia." Carrick tersenyum lebar dan mengangkat gelasnya, dan semua orang disekeliling meja mengulangi pernyataan itu.
"Dan selamat untuk Ethan yang berhasil masuk ke program studi psikologi di Seattle," teriak Mia bangga. Gadis itu memberinya senyuman menggoda, dan Ethan tersenyum lebar padanya. Aku berpikir apakah ia sudah membuat langkah maju dengan Ethan. Sulit dikatakan.
Aku mendengarkan senda gurau disekeliling meja. Christian menceritakan perjalanan kami selama tiga minggu, memberi tambahan di sana sini. Ia terdengan santai dan terkontrol, kekhawatiran akan pelaku pembakaran terhapuskan. Aku, disisi lain, tidak bisa mengubah moodku. Aku mengambil makananku. Christian mengatakan aku gemuk kemarin. Ia bercanda! Bawah sadarku menatap galak padaku lagi. Elliot tak sengaja menjatuhkan gelasnya, mengejutkan semua orang, dan ada kepanikan kecil untuk membersihkannya.
"Aku akan membawamu ke rumah kapal dan menampar pantatmu disana jika kau tidak menghapus mood jelekmu," Christian berbisik padaku.
Aku tersentak, berbalik, dan menatapnya. Apa? Apakah ia menggodaku?
"Kau tak akan berani!" Aku mengerang padanya dan dari dalam aku merasakan kegembiraan yang familiar. Ia menaikkan satu alisnya padaku. Tentu saja ia berani. Aku menatap kearah Kate di seberang meja. Dia memperhatikan kami. Aku kembali ke Christian, memicingkan mataku padanya.
"Kau harus menangkapku lebih dulu - dan aku sedang menggunakan sepatu rata," desisku.
"Aku akan sangat senang melakukannya," bisiknya dengan senyuman cabul, dan aku rasa ia bercanda. Aku merona. Anehnya, merasa lebih baik.
Saat kami menyelesaikan makan makanan penutup strawberry dan krim, hujan turun tiba-tiba dan membasahi kami. Kami semua bangkit untuk membawa piring dan gelas dari meja, menaruhnya di dapur.
"Hal baiknya adalah cuaca menahan diri hingga kita selesai," kata Grace merasa puas, saat kami kembali ke ruang belakang. Christian duduk dikursi piano hitam yang mengkilat, mengijak pedal, dan mulai memainkan nada familiar yang aku tak bisa kenali.
Grace menanyakan padaku tentang pendapatku mengenai Saint Paul de Vence. Dia dan Carrick pergi kesana di bulan madu mereka, dan itu membuatku memikirkan firasat baik, melihat betapa bahagianya mereka sekarang. Kate dan Elliot bercengkrama di salah satu sofa yang besar saat Ethan, Mia dan Carrick sedang mengobrol tentang psikologi, kurasa.
Tiba-tiba, seluruh keluarga Grey berhenti berbicara dan menatap Christian.
Apa?
Christian bernyanyi pelan untuk dirinya sendiri di depan piano. Keheningan meliputi kami semua saat kami memutuskan untuk mendengar suaranya yang lembut. Aku sudah pernah mendengarnya bernyanyi, bukan? Ia berhenti, tiba-tiba penasaran akan keheningan yang terjadi di ruangan itu. Kate menatap penasaran kearahku dan aku mengangkat bahuku. Christian kembali duduk dan membeku, malu menyadari bahwa ia menjadi pusat perhatian.
"Lanjutkan," desak Grace lembut. "Aku belum pernah mendengarmu bernyanyi, Christian. Sekalipun." Ia menatapnya penasaran. Christian duduk, menatap ibunya, dan setelah sedetik, ia mengangkat bahunya. Matanya melirik gugup padaku, kemudian ke jendela. Tiba-tiba ruangan menjadi penuh dengan obrolan penasaran, dan aku menonton suamiku tercinta.
Grace mengejutkanku, memegang tanganku kemudian menarikku ke dalam pelukannya.
"Oh, sayang! Terima kasih, terima kasih," bisiknya, jadi hanya aku yang pernah mendengar dia bernyanyi. Hal itu membuat jantungku naik ke tenggorokkan.
"Um.." Aku balas memeluknya, tak habis pikir mengapa ia berterima kasih. Grace tersenyum, matanya berbinar, dan mencium pipiku. Oh my... apa yang sudah aku lakukan?
"Aku akan membuat teh," katanya, suaranya serak karena air mata yang tak menetes.
Aku menghampiri Christian yang sekarang berdiri, menatap keluar melewati jendela.
"Hai," Aku menggumam.
"Hai." Ia menaruh tangannya disekeliling pinggangku, menarikku kearahnya, dan aku memasukan tanganku ke dalam kantung celana jeansnya. Kami menatap hujan.
"Merasa lebih baik?"
Aku mengangguk.
"Baik."
"Kau tahu bagaimana membuat ruangan menjadi tenang."
"Aku melakukan itu setiap saat," katanya dan ia tersenyum lebar padaku.
"Di tempat kerja, ya, tapi tidak disini."
"Benar, tidak disini."
"Tak ada yang pernah mendengarmu bernyanyi? Sekalipun?"
"Sepertinya tidak," katanya. "Kita pergi sekarang?"
Aku menatapnya, mencoba menebak moodnya. Matanya lembut dan hangat dan sedikit senang. Aku memutuskan untuk mengganti topik.
"Kau akan menampar pantatku?" aku berbisik, dan tiba-tiba ada kupu-kupu di perutku. Mungkin inilah yang aku butuhkan...inilah yang aku rindukan.
Ia menatapku, matanya semakin gelap.
"Aku tak ingin menyakitimu, tapi aku senang bermain."
Aku menatap gugup ke sekeliling ruangan, tapi kami jauh dari pendengaran.
"Hanya jika kau nakal, Mrs. Grey." Ia merunduk dan menggumam di terlingaku.
Bagaimana ia bisa memberikan efek janji yang sensual kedalam enam kata sederhana?
"Akan kulihat apa yang bisa aku lakukan." Aku tersenyum lebar.
Setelah kami berpamitan, kami berjalan kearah mobil.
"Ini." Christian melemparkan kunci R8 padaku. "Jangan dirusak" - tambahnya dengan serius - "atau akan akan sangat marah."
Mulutku menjadi kering. Ia membiarkanku mengemudikan mobilnya? Dewi batinku melompat dalam balutan sarung tangan kulit mengemudinya dan sepatu flat. Oh ya! teriaknya.
"Apa kau yakin?" aku bertanya, terpaku.
"Ya, sebelum aku berubah pikiran."
Aku rasa aku tak pernah tersenyum selebar ini. Ia memutar matanya dan membuka pintu pengemudi sehingga aku bisa masuk. Aku menyalakan mesinnya bahkan sebelum ia duduk di kursi penumpang, dan ia masuk dengan cepat.
"Tak sabar, Mrs. Grey?" tanyanya dengan senyuman kecut.
"Sangat."
Perlahan, aku menjalankan mobilnya dan membelokannya ke jalan. Aku berusaha untuk tidak membuatnya mogok, mengejutkan diriku sendiri. Boy, koplingnya sensitif. Dengan hari-hati menjalankan mobil, aku melirik ke spion dalam dan melihat Sawyer dan Ryan naik ke dalam Audi SUV. Aku tak tahu para pengawal itu mengikuti kita ke sini. Aku berhenti sebelum aku masuk ke jalan utama.
"Kau yakin soal ini?"
"Ya," kata Christian mengatakannya dengan tegang, membuatku berpikir ia tak yakin soal ini. Oh, Fifty-ku yang malang. Aku ingin menertawai dirinya dan diriku sendiri karena aku merasa gugup dan bersemangat. Sebagian kecil dari diriku ingin agar Sawyer dan Ryan tertinggal jauh dibelakang hanya untuk bersenang-senang. Aku melihat lalu lintasnya kemudian membawa R8 masuk ke jalan. Christian duduk dengan tegang dan aku tak bisa menahan diri. Jalanan sepi. Aku menginjak pedal gas dan kami meluncur maju dengan cepat.
"Whoa! Ana!" teriak Christian. "Pelan - kau akan membunuh kita berdua."
Aku dengan segera menurunkan kecepatan. Wow, mobil ini bisa ngebut!
"Maaf," aku menggumam, mencoba untuk terdengar menyesal tapi gagal total. Christian tersenyum lebar padaku, untuk menyembunyikan rasa leganya, ku pikir.
"Well, itu terhitung sebagai tindakan nakal," katanya dengan biasa dan aku melambatkan mobil.
Aku menatap di kaca spion dalam. Tak ada tanda-tanda Audi, hanya sebuah mobil gelap dengan kaca yang juga gelap mengikuti dibelakang kami. Kupikir Sawyer dan Ryan bingung, panik untuk mengejar kami, dan untuk alasan tertentu ini membuatku senang. Tapi karena tak ingin membuat suamiku terkena serangan jantung, kuputuskan untuk menjaga sikap dan mengemudi dengan pelan dan percaya diri kearah jembatan 520.
Tiba-tiba, Christian menyumpah dan kesulitan untuk mengeluarkan BlackBerry-nya dari kantong jeansnya.
"Apa?" bentaknya marah pada siapapun yang berada di ujung telpon. "Tidak." katanya dan melirik kebelakang kami. "Ya. Dia."
Aku dengan cepat melirik spion, tapi tak melihat hal aneh, hanya beberapa mobil dibelakang kami. SUV di belakang empat mobil, dan kami bergerak dalam kecepatan sama.
"Aku mengerti." Christian mendesah panjang dan keras dan menggosok dahinya dengan jarinya, tensi terpancar dari dalam dirinya. Ada sesuatu yang salah.
"Ya...Aku tak tahu." Ia melirikku dan menurunkan telepon dari telinganya. "Kita baik-baik saja. Tetap mengemudi," katanya tenang, tersenyum padaku, tapi senyuman itu tak menyentuh matanya. Sial! Adrenalinku mulai meningkat. Ia mengangkat telepon lagi.
"Okay di 520. Sesaat setelah kami sampai... Ya.. Pasti."
Ia menaruh teleponnya ke tempat speaker, memasangnya di hands-free.
"Apa yang terjadi, Christian?"
"Perhatikan jalan, sayang," katanya lembut.
Aku bergerak ke arah 520. Saat aku melirik Christian, ia menatap lurus kedepan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar