Fifty Shades Freed (Fifty Shades #3) (23)

"Cium aku lagi."
Christian terdiam, satu tangannya di punggungku, satunya lagi di pinggangku.
"Cium aku," aku mendesah, dan melihat bibirnya terbuka saat ia menghirup dalam. Condong ke arahku, ia mengambil BlackBerry-nya, dan melemparkannya ke kursi pengemudi disamping kakiku. Kemudian mulutnya di mulutku saat ia menggerakkan tangan kanannya ke rambutku, menahanku tetap ditempat, dan menaikkan tangan kirinya untuk memegang wajahku. Lidahnya menginvasi mulutku, dan aku menerimanya. Adrenalin berubah menjadi gairah keseluruh
tubuhku. Aku memegang wajahnya, menggerakkan jemariku ke cambangnya, merasakannya. Ia mengerang akan responku, rendah dan dalam di tenggorokannya, dan perutku mengencang keras dengan gairah. Tangannya bergerak turun ke tubuhku, melewati payudaraku, pinggangku, dan turun ke pantatku. Aku bergerak sedikit.
"Ah!" katanya dan melepaskan diri dariku, kehabisan nafas.
"Apa?" Aku menggumam di bibirnya.
"Ana, kita di lapangan parkir di Seattle."
"Jadi?"
"Well, sekarang aku ingin bercinta denganmu, dan kau bergerak diatasku... ini sangat tidak nyaman."
Hasratku terpilin tak terkendali saat mendengar kata-katanya, mengencang seluruh ototku di bawah pinggang sekali lagi.
"Kalau begitu bercintalah denganku." Aku mencium pinggir bibirnya. Aku menginginkannya. Sekarang. Kejar-kejaran mobil tadi begitu menegangkan. Terlalu menyenangkan. Menegangkan... dan ketakutanku sudah menaikkan libidoku. Ia maju untuk menatapku, matanya gelap dan penuh nafsu.
"Disini?" Suaranya parau.
Mulutku kering. Bagaimana bisa dia menaikkan gairahku hanya dengan satu kata? "Ya. Aku menginginkanmu. Sekarang."
Ia memiringkan kepalanya ke satu sisi dan menatapku selama beberapa saat. "Mrs. Grey, betapa beraninya," bisiknya, setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya. Tangannya mengencang di rambut ditengkukku, menahanku tetap ditempat, dan mulutnya ada di mulutku lagi, kali ini lebih kuat. Tangannya yang lain turun ke tubuhku, melewati punggung dan turun ke tengah pahaku. Jemariku menggenggam rambutnya.
"Aku bersyukur kau mengenakan rok," gumamnya saat ia menyelipkan tangannya dibawah rok bercorak biru putihku untuk menyentuh pahaku. Aku menggeliat sekali lagi di pangkuannya dan udara lewat disela giginya.
"Tetap diam," erangnya. Ia menangkup kemaluanku dengan tangannya, dan dengan cepat aku terdiam. Jempolnya menyapu klitorisku, dan nafasku tertahan di tenggorokan saat kenikmatan menyentak layaknya listrik di dalam, dalam, dalam tubuhku.
"Diam," bisiknya. Ia menciumku sekali lagi saat jempolnya berputar dengan lembut disekitarku diatas renda celana dalamku yang mahal. Dengan pelan ia menyelipkan dua jemarinya melewati celanaku dan masuk ke dalam tubuhku. Aku mengerang dan menekankan pinggulku kearah tangannya.
"Kumohon," aku berbisik.
"Oh, Mrs. Grey. Kau sangat siap," katanya, memainkan jarinya masuk dan keluar, menyiksaku pelan. "Apakah kejar-kejaran mobil membuatmu bergairah?"
"Kau membuatku bergairah."
Ia tersenyum licik dan melepaskan jemarinya secara tiba-tiba, meninggalkanku
menginginkannya. Ia menaruh tangannya di bawah lututku dan, membuatku terkejut, ia mengangkatku dan memutarku untuk menhadap ke kaca depan mobil.
"Taruh kakimu di kedua sisi kakiku," perintahnya, merapatkan kedia kakinya. Aku melakukan apa yang ia perintahkan, menaruh kakiku di lantai menghapit kedua kakinya. Ia menjalarkan tangannya turun ke pahaku, kemudian kembali, menarik ke atas rokku.
"Tangan di lututku, sayang. Bersandar maju. Naikkan dua bokong indah itu ke udara. Hati-hati kepalamu."
Sial! Kami benar-benar akan melakukan ini, di lapangan parkir umum. Aku dengan cepat menyisir area didepan kami dan tidak melihat seorangpun, tapi merasakan sensasi unik di seluruh tubuhku. Aku di parkiran umum! Ini sangat panas! Christian bergerak dibawahku, dan aku mendengar suara sretingnya. Meletakkan satu tangan disekitar pinggangku dan tangan lainnya menyentakkan celana rendaku ke samping, ia menurunkanku dengan satu gerakan.
"Ah!" Aku berteriak, turun ke bawah dirinya, dan nafasnya berdesis melewati giginya. Tangannya bergerak ke leherku kemudian ia memegang daguku. Tangannya di leherku, menarikku kebelakang dan memiringkan kepalaku ke satu sisi jadi ia bisa mencium leherku. Tangannya yang lain memegangi pinggulku dan bersama-sama kami mulai bergerak.
Aku naik turun dengan kakiku, dan ia menanamkan dirinya ke dalam diriku - masuk dan keluar. Sensasinya... Aku mengerang keras. Dengan posisi ini terasa sangat dalam. Tangan kiriku memegang rem tangan, tangan kiriku berpegangan pada pintu. Giginya berada telingaku dan ia menggigit - rasanya hampir menyakitkan. Ia melesak lagi dan lagi ke dalam tubuhku. Aku bangkit dan turun, dan kami menyeimbangkan ritme, ia menggerakkan tangannya ke bawah rokku ke arah pusat kemaluanku, dan jarinya dengan lembut menggoda klitorisku dari atas celana dalamku.
"Ah!"
"Ayo. Cepat," ia bernafas di telingaku melewati giginya, tangannya masih melingkar di leherku. "Kita harus cepat, Ana." Dan ia menaikkan tekanan jarinya di kemaluanku.
"Ah!" Aku merasakan kenikmatan yang familiar mulai terbangun, membuncah dalam dan tebal di tubuhku.
"Ayo, sayang," ia mengerang di telingaku. "Aku ingin mendengarmu."
Aku merintih lagi, dan aku merasakan semua sensasi, mataku tertutup rapat. Suaranya ditelingaku, nafasnya di leherku, kenikmatan yang ia berikan dengan jemarinya dan dimana ia melesak masuk ke dalam tubuhku, dan aku tersesat. Tubuhku mengambil alih, mencari pelepasan.
"Ya," Christian mendesis di telingaku dan aku membuka mataku perlahan, menatap liar ke arah langit-langit R8, dan aku meremas lagi saat aku datang di sekelilingnya.
"Oh, Ana," ia menggumam, dan melingkarkan tangannya di sekitarku untuk melesakkan miliknya sekali lagi dan diam saat ia klimaks di dalam tubuhku.
Ia menyapukan hidungnya di rahangku dan dengan lembut menciumi leher, pipi, keningku saat aku bersandar padanya, kepalaku tergeletak lemah di lehernya.
"Tensi sudah terlampiaskan, Mrs. Grey?" Christian menutup giginya di sekitar telingaku lagi dan mengigit. Tubuhku lemas, sangat lelah, dan aku mengumam. Aku merasakan senyumannya.
"Sangat terbantu dengan keberadaanku," tambahnya, menggeserku dari pangkuannya. "Kehilangan suaramu?"
"Ya," aku menggumam.
"Well, bukankah kau makhluk binal? Aku tak habis pikir kau seorang eksibisionis."
Aku duduk dengan cepat, tegang. Ia menegang. "Tak ada yang menonton, kan?" Aku melirik gugup ke sekitar parkiran.
"Apa kau pikir aku akan membiarkan siapapun menonton istriku orgasme?" Ia mengelus punggungku mencoba meyakinkan, tapi nada dalam suarnya membuatku merinding. Aku berbalik padanya dan tersenyum nakal.
"Seks di mobil!" Aku mengklaim.
Ia nyengir dan menaruh rambut ke belakang telingaku. "Ayo pulang. Aku akan mengemudi."
Ia membuka pintu untuk membiarkanku turun dari pangkuannya dan keluar ke lapangan parkir. Saat aku melihat kebawah ia dengan cepat membenahi celananya. Ia mengikutiku keluar dan kemudian membuka pintu untukku naik. Bergerak ke sisi pengemudi, ia naik di sampingku, mengambil BlackBerry-nya, dan menelpon.
"Dimana Sawyer?" bentaknya. "Dan si Pengejar? Bagaimana bisa Sawyer tidak bersamamu?"
Ia mendengarkan dengan intens pada Ryan, kupikir.
"Wanita itu?" dia terkejut. "Tetap ikuti dia." Christian menutup dan menatapku.
Wanita itu! Si pengemudi mobil? Apakah itu - Elena? Leila?
"Pengemudi mobil itu wanita?"
"Seperti itu kelihatannya," katanya pelan. Bibirnya membentuk garis lurus yang marah. "Mari pulang," gerutunya. Ia menyalakan R8 dengan erangan dan mundur pelan keluar lapangan parkir.
"Dimana, er.. unsub? Lagipula apa maksud dari kata unsub? Terdengar sangat BDSM."
Christian tersenyum ringan saat ia menjalankan mobil keluar dan kembali ke jalan Stewart.
"Itu singkatan dari Unknown Subject (Subjek tak dikenal). Ryan mantan FBI."
"Mantan FBI?"
"Jangan bertanya." Christian menggelengkan kepalanya. Jelas ia sedang dalam renungan.
"Well, dimana unsub wanita itu?"
"Di I-5 menuju selatan." Ia melirikku, matanya suram.
Astaga - dari bergairah menjadi tenang menjadi gugup dalam beberapa saat. Aku mengulurkan lenganku dan mengelus pahanya, menjalankan jemariku dengan malas di bagian dalam pahanya, berharap dapat menaikkan moodnya. Ia melepaskan tangannya dari kemudi dan menghentikan pergerakan tanganku.
"Tidak," katanya. "Kita sudah sejauh ini. Kau tak akan mau aku mendapat kecelakaan beberapa blok dari rumah." Ia mengangkat tanganku ke bibirnya dan memberikan kecupan dingin di jari tengahku. Dingin, tenang, berwibawa... Fifty-ku. Dan untuk pertama kalinya dalam beberapa saat ia membuatku merasa seperti seorang anak nakal. Aku menarik tanganku dan duduk diam selama beberapa saat.
"Wanita?"
"Sepertinya begitu." Ia mendesah, berbelok kearah garasi bawah tanah Escala, dan menekan kode akses di komputer keamanan. Pintu gerbang terbuka dan mobil kami masuk, ia memarkirkan R8 di lapangan parkir pribadinya.
"Aku sangat suka mobil ini," aku menggumam.
"Aku juga. Aku suka caramu mengemudikannya - dan bagaimana kau memutuskan untuk tidak merusaknya."
"Kau bisa membelikan satu untuk hadiah ulang tahunku," Aku nyengir padanya.
Mulut Christian ternganga saat aku keluar dari mobil.
"Warna putih, kurasa," tambahku, merunduk dan tersenyum padanya.
Ia tersenyum. "Anastasia Grey, kau tak pernah berhenti membuatku kagum."
Aku menutup pintunya dan berjalan ke ujung mobil untuk menunggunya. Dengan anggun ia keluar, menatapku dengan pandangan itu... padangan yang memanggil sesuatu dalam tubuhku. Aku tahu pandangan itu dengan baik. Begitu ia sampai di depanku, ia membungkuk dan berbisik, "Kau suka mobil ini. Aku suka mobil ini. Aku bercinta denganmu di dalamnya... mungkin aku harus bercinta denganmu diatasnya."
Aku terkejut. Dan BMW silver mengkilat masuk ke garasi. Christian menatapnya gugup, kemudian dengan sedikit kesal dan tersenyum padaku.
"Tapi sepertinya kita mendapat teman. Ayo." Ia menarik tanganku dan bergerak kearah elevator. Ia menekan tombol panggil dan saat kami menunggu, pengemudi mobil BMW bergabung dengan kami. Dia masih muda, berpakaian rapi, dengan rambut gelap dan panjang. Dia terlihat seperti bekerja di media.
"Hai," katanya, tersenyum hangat pada kami.
Christian melingkarkan tangannya disekelilingku dan mengangguk sopan.
"Aku baru saja pindah. Apartemen nomor 16."
"Hello." Aku membalas senyumnya. Ia memiliki mata coklat yang baik dan lembut.
Elevator sampai dan kami masuk. Christian melirih kearahku, ekspresinya sulit ditebak.
"Kau Christian Grey," tanya pria muda itu.
Christian memberinya senyuman tegang.
"Noah Logan." Ia mengulurkan tangannya. Dengan enggan, Christian menjabatnya. "Lantai berapa?" tanya Noah.
"Aku harus memasukkan kode."
"Oh."
"Penthouse."
"Oh." Noah tersenyum lebar. "Tentu saja." Ia menekan tombol untuk lantai delapan belas dan pintu menutup. "Mrs. Grey, kukira."
"Ya." Aku memberinya senyuman sopan dan kami berjabat tangan. Noah bersemu merah saat ia menatapku terlalu lama. Aku meniru rona merahnya dan tangan Christian mengencang di sekitarku.
"Kapan kau pindah?" tanyaku.
"Minggu lalu. Aku menyukai tempat ini."
Ada keheningan yang canggung sebelum elevator berhenti di lantai Noah.
"Senang bertemu kalian berdua," katanya terdengar lega dan melangkah pergi. Pintu tertutup dibelakangnya. Christian memasukkan kode dan elevator bergerak lagi.
"Ia terlihat baik," aku menggumam. "Aku belum pernah bertemu tetangga sebelumnya."
Christian memandang marah. "Aku lebih suka begitu."
"Itu karena kau seorang pertapa. Aku rasa ia juga senang."
"Seorang pertapa?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar