"Aku tak ingin kau panik," katanya tenang. "Tapi segera setelah kita masuk ke jalan 520, aku ingin kau menginjak gas lebih dalam. Kita sedang diikuti."
Diikuti! Sial. Jantungku naik ke mulut, berdetak kencang, kulit kepalaku serasa ditusuk-tusuk dan tenggorokanku kering karena panik. Diikuti oleh siapa? Mataku melihat ke kaca spion dan, tentu saja, mobil gelap yang aku lihat sebelumnya masih berada dibelakang kami. Brengsek! Apakah mobil itu? Aku melirik kearah kaca depan yang gelap untuk melihat siapa yang mengemudi, tapi tak terlihat apapun.
"Alihkan matamu ke jalan, sayang," kata Christian lembut, tidak dalam nada garang yang biasa ia keluarkan untuk mengomentari caraku mengemudi.
Kontrol emosimu! Aku secara mental menampar diriku sendiri untuk menahan rasa takut yang membanjiriku. Apakah siapapun yang mengikuti kami bersenjata? Bersenjata dan mengejar Christian! Sial! Aku merasa sangat mual.
"Bagaimana kau tahu kita sedang diikuti?" Suaraku desahan, cicitan, bisikan.
"Mobil di belakang kita memakai plat mobil palsu."
Bagaimana dia bisa tahu hal itu?
Aku memberi sinyal saat kami sampai di 520 dari jalan masuk tol. Sudah sore, dan meskipun hujan sudah reda, jalan masih basah. Untungnya, lalu lintas sepi.
Suara Ray menggema di kepalaku, terdengar salah satu nasihat dari sekian banyak pertahanan diri yang pernah ia ajarkan. "Paniklah yang akan membunuhmu atau membuatmu terluka parah, Annie." Aku menghela nafas dalam-dalam, mencoba membuat nafasku kembali terkontrol. Siapapun yang mengikuti kami, mengejar Christian. Saat aku mengambil nafas dalam-dalam, pikiranku mulai jernih dan perutku mulai tenang. Aku harus menjaga Christian agar tetap aman. Aku ingin mengemudikan mobil ini, dan aku ingin mengemudikannya dengan cepat. Well, ini lah kesempatanku. Aku mencengkram roda kemudi dan melakukan lirikan terakhir ke arah spion. Pengejar itu dekat dengan kami.
Aku menurunkan kecepatan, mengabaikan kepanikan Christian yang tiba-tiba muncul, dan saatnya aku masuk ke 520 jadi Pengejar kami juga harus menurunkan kecepatan dan berhenti untuk menunggu jarak lalu lintas. Aku menurunkan gigi dan menaikkan kecepatan. R8 meluncur maju, melemparkan kami berdua ke sandaran kursi. Jarum speedometer naik menunjuk ke angka tujuh puluh lima mil per jam.
"Pertahankan, sayang," kata Christian tenang, meskipun aku tahu perasaannya campur aduk.
Aku meliuk-liuk diantara dua jalur lalu lintas seperti sebuah black counter di game checkers, secara efektif melewati mobil dan truk. Kami sangat dekat dengan danau di bawah jembatan ini, seperti halnya kami sedang mengemudi diatas air. Christian menautkan kedua tangannya diatas pangkuannya, menahannya diam sebisanya, dan sedikit terpikir olehku, aku berpikir bahwa ia sedang melakukan itu agar ia tidak menggangguku.
"Gadis pintar," bisiknya dalam ketegangan. Ia melirik kebelakang. "Aku tak bisa melihat mereka."
"Kami tepat dibelakang unsub, Mr. Grey." Suara Sawyer terdengar melalui speaker. "Mobil itu mencoba mengejar anda, sir. Kami akan mencoba dan bergerak kesampingnya, memposisikan kami diantara mobil anda dan si Pengejar."
Unsub? Apa maksud dari kata itu?
"Bagus. Mrs. Grey melakukannya dengan baik. Pada saat ini, lalu lintas cenderung lengang - dan dari apa yang aku lihat - kami akan keluar dari jembatan beberapa menit lagi."
"Sir."
Kami melewati menara kontrol jembatan, dan aku tahu kami masih setengah perjalanan menuju Danau Washington. Saat aku melihat kecepatanku, aku masih berada di tujuh puluh lima.
"Kau melakukannya dengan sangat baik, Ana," Christian menggumam lagi saat ia menatap kebelakang R8. Untuk sesaat, nadanya mengingatkanku akan pengalaman pertama kami di ruang bermainnya saat ia dengan sabar mengajariku melewati skenario pertama kami. Pikiran itu mengganggu, dan aku menghapusnya dengan segera.
"Kemana aku harus mengemudi?" Aku bertanya, lebih tenang. Aku dapat merasakan mobil ini sekarang. Ada perasaan menyenangkan mengemudikannya, sangat tenang dan mudah dioperasikan sulit percaya seberapa cepat kami meluncur dijalan. Mengemudi dengan kecepatan ini di mobil ini sangat mudah.
"Mrs. Grey, arahkan ke I-5 dan kemudian ke selatan. Kami ingin lihat apakah si Pengejar mengikutimu sampai sana," suara Sawyer terdengar dari speaker. Lampu lalu lintas di jembatan berwarna hijau - terima kasih Tuhan - dan aku melaju kearahnya.
Aku melirik gugup ke arah Christian, dan ia tersenyum meyakinkan. Kemudian wajahnya cemberut.
"Sial!" umpatnya pelan.
Ada deretan mobil didepan saat kami keluar dari jembatan, dan aku harus memelankan laju mobil. Melirik waspada ke spion sekali lagi, aku pikir aku melihat mobil pengejar.
"Sepuluh atau lebih mobil di belakang?"
"Yeah, aku melihatnya," kata Christian, melirik lewat kaca spion. "Aku bertanya-tanya siapa orang brengsek yang ada di dalam?"
"Aku juga. Apakah kita tahu siapa yang di dalam? pria?" Aku berkata kearah BlackBerry.
"Tidak, Mrs. Grey. Bisa jadi pria atau wanita. Kacanya terlalu gelap."
"Seorang wanita?" kata Christian.
Aku mengangkat bahuku. "Mrs. Robinson-mu?" Aku menebak, tak mengalihkan pandanganku dari jalan.
Christian tegang dan mengambil BlackBerry dari tempatnya. "Dia bukan Mrs. Robinson-ku," raungnya. "Aku belum bicara lagi dengannya sejak hari ulang tahunku. Dan Elena takkan melakukan ini. Ini bukan gayanya."
"Leila?"
"Dia di Connecticut dengan orang tuanya. Aku kan sudah bilang."
"Kau yakin?"
Ia terdiam. "Tidak. Tapi jika dia melarikan diri, aku yakin keluarganya akan memberitahu Flynn. Mari bicarakan hal ini saat kita berada di rumah. Berkonsentrasilah akan apa yang kau lakukan."
"Tapi mungkin saja itu hanya mobil orang yang tidak kita kenal."
"Aku tak akan mengambil resiko apapun. Tidak saat kau berada di dekatku," bentaknya. Ia mengembalikan BlackBerry itu jadi kami tersambung kembali dengan tim keamanan.
Oh sial. Aku tak mau membuat Christian bingung sekarang... mungkin nanti. Aku menahan lidahku. Untungnya, lalu lintas lebih lengang sedikit. Aku bisa menaikkan kecepatanku melewati persimpangan Mountlake menuju I-5, meliuk diantara mobil lain.
"Bagaimana jika kita diberhentikan polisi?" aku bertanya.
"Itu akan menjadi hal bagus."
"Tidak untuk surat izin mengemudiku."
"Jangan khawatir soal itu," katanya. Anehnya, aku mendengar secercah humor di suaranya.
Aku menekan pedal gas lagi, dan kembali ke angka tujuh puluh lima. Boy, mobil ini sangat hebat. Aku menyukainya - dia sangat mudah dikendalikan. Aku mencapai kecepatan delapan puluh lima. Kupikir aku tak pernah mengemudi secepat ini sebelumnya. Aku sangat beruntung bila Beetle-ku bisa mencapai lima puluh mil per jam.
"Ia melewati lampu lalu lintas dan menaikkan kecepatan." Suara Sawyer tenang dan informatif. "Ia berada di kecepatan sembilan puluh."
Sial! Lebih cepat! Aku menekan pedal gas dan mobil meraung menuju sembilan puluh lima mil per jam saat kami melewati persimpangan I-5.
"Pertahankan, Ana," gumam Christian.
Aku menurunkan kecepatan saat kami masuk ke I-5. Jalan antar negara bagian cukup lengang, dan aku bisa melewati jalan bebas hambatan dalam beberapa detik. Saat aku menurunkan kakiku, R8 yang anggun melesat maju, dan kami membelah jalan, mobil lain menyingkir dan membiarkan kami lewat. Aku tak takut, aku mungkin sangat menikmati ini.
"Ia berada di kecepatan seratus mil perjam, sir."
"Tetap ikuti dia, Luke," Christian membentak Sawyer.
Luke?
Sebuah truk tiba-tiba masuk ke jalur cepat - Sial! - dan aku harus menginjak pedal rem.
"Dasar idiot!" Christian menyumpah pada pengemudinya saat kami terlempar dari kursi. Aku bersyukur akan sabuk pengaman kami.
"Lewati truk itu, sayang," desis Christian dari sela-sela giginya. Aku melihat kaca spion dan memotong tiga jalur. Kami melewati mobil yang lebih pelan dan kemudian kembali ke jalur cepat.
"Gerakan bagus, Mrs. Grey," gumam Christian kagum. "Dimana polisi saat kau membutuhkan mereka?"
"Aku tak mau kena tilang, Christian," aku menggumam, berkonsentrasi pada jalan di depan kami. "Pernahkah kau mendapat surat tilang saat mengemudikan mobil ini?"
"Tidak," katanya, tapi aku melirik cepat padanya, aku bisa melihat senyumannya.
"Pernahkan kau dihentikan?"
"Ya."
"Oh."
"Pesona, Mrs. Grey. Semua tergantung pesona. Sekarang konsentrasi. Dimana si pengejar, Sawyer?"
"Ia baru saja mencapai kecepatan seratus sepuluh, sir." kata Sawyer.
Brengsek! Jantungku kembali meloncat ke mulutku. Bisakan aku mengemudi lebih cepat lagi? Aku menurunkan kakiku ke pedal gas sekali lagi dan melesat melewati lalu lintas.
"Nyalakan lampu depan," perintah Christian saat sebuah Ford Mustang tak mau berpindah.
"Tapi itu akan membuatku menjadi seorang brengsek."
"Maka jadilah!" bentaknya.
Astaga. Oke! "Um, dimana lampu depan?"
"Indikatornya. Tarik itu kearahmu."
Aku melakukannya, dan Mustang itu bergerak ke samping meskipun si pengemudi sempat melayangkan jarinya padaku dalam sikap yang sangat-tidak-sopan. Aku bergerak melewatinya.
"Dia brengsek," kata Christian dengan nafasnya, kemudian menggonggong padaku, "keluar lewat Stewart."
Ya, sir!
"Kami mengambil pintu keluar jalan Stewart," kata Christian ke Sawyer.
"Langsung ke Escala, sir."
Aku memelan, melihat kaca, sinyal, kemudian bergerak melewati empat jalur dari jalan bebas hambatan dan turun ke jalanan. Masuk ke jalan Stewart, kami bergerak ke selatan. Jalanan lengang, dengan beberapa kendaraan. Dimana semua orang?
"Kita sangat beruntung dengan lalu lintas hari ini. Tapi itu berarti si Pengejar juga beruntung. Jangan menurunkan kecepatan, Ana. Bawa kita kerumah."
"Aku tak bisa ingat arahnya," aku berkata, panik saat menyadari fakta bahwa si Pengejar masih mengikuti kami.
"Ke arah selatan di Stewart. Tetap jalan sampai aku berkata kapan kau harus berhenti." Christian terdengar gugup lagi. Aku melewati tiga blok tapi lampu lalu lintas berubah kuning di Yale Avenue.
"Lewati itu, Ana," teriak Christian. Aku menekan keras pedal gas, melemparkan kami kebelakang
kursi, menerobos lampu merah.
"Ia masuk ke Stewart," kata Sawyer.
"Tetap ikuti dia, Luke."
"Luke?"
"Itu namanya."
Lirikan cepat dan aku bisa melihat Christian menatapku seakan-akan aku gila. "Perhatikan jalan!" bentaknya.
Aku mengabaikan nadanya. "Luke Sawyer."
"Ya!" Ia terdengar lelah.
"Ah." Bagaimana bisa aku tak mengetahuinya? Pria itu sudah mengikutiku ke tempat kerja selama enam minggu belakangan ini, dan aku bahkan tak tahu nama depannya.
"Itu saya, ma’am." kata Sawyer, mengejutkanku, meskipun ia berbicara dengan nada yang tenang, suara monoton yang selalu ia gunakan. "Unsub itu bergerak melewati Stewart, sir. Dia benar-benar menaikkan kecepatannya."
"Ayo, Ana. Kurangi ngobrolnya," erang Christian.
"Kami berhenti di lampu lalu lintas pertama di Stewart." Sawyer memberi informasi.
"Ana - cepat - masuk ke sana," teriak Christian, menunjuk kearah lapangan parkir di selatan Boren Avenue. Aku berbelok, roda berdecit protes saat aku berbelok masuk ke parkiran yang penuh.
"Jalan ke sekeliling. Cepat." perintah Christian. Aku mengemudi secepat aku bisa ke belakang, menjauh dari pandangan jalan. "Di sana." Christian menunjuk ke ruang kosong. Sial! Dia ingin aku memarkirnya. Sialan!
"Lakukanlah," katanya. Jadi aku melakukannya...dengan sempurna. Mungkin satu-satunya usahaku memarkir dengan sempurna.
"Kami bersembunyi di lapangan parkir antara Stewart dan Boren," kata Christian pada BlackBerry.
"Oke, sir." Sawyer terdengar kesal. "Tetap dimana anda berada; kami akan mengikuti unsub."
Christian berbalik padaku, matanya mencari wajahku. "Kau baik-baik saja?"
"Tentu," Aku berbisik.
Christian menyeringai. "Siapa pun yang mengemudi si Pengejar tak bisa mendengar kita, kau tahu."
Dan aku tertawa.
"Kami melewati Stewart dan Boren sekarang, sir. Aku bisa melihat parkirannya. Ia bergerak melewati anda, sir."
Kami berdua lemas pada saat yang bersamaan dalam kelegaan.
"Bagus sekali, Mrs. Grey. Cara mengemudi yang bagus." Christian dengan lembut mengelus wajahku dengan ujung jemarinya, dan aku terkejut akan sentuhan itu, menghirupnya dalam- dalam. Aku tak habis pikir mengapa aku menahan nafasku.
"Apakah ini berarti kau akan berhenti mengeluhkan cara mengemudiku?" Aku bertanya. Ia tertawa - tawa keras yang sarkastik.
"Aku tak akan terlalu jauh saat mengatakan itu."
"Terima kasih untuk mengizinkanku mengemudikan mobilmu. Dibawah kondisi seperti itu pula." Aku mencoba untuk meringankan suaraku.
"Mungkin sekarang aku yang harus mengemudi."
"Sejujurnya, aku rasa aku tak akan bisa bergerak dan membiarkanmu duduk disini. Kakiku terasa seperti Jelly." Tiba-tiba aku menggigil dan bergetar.
"Itu adrenalin, sayang," katanya. "Kau melakukannya dengan luar biasa, seperti biasanya. Kau mengejutkanku, Ana. Kau tak pernah mengecewakanmu." Ia menyentuh pipiku lembut dengan belakang tangannya, wajahnya penuh dengan cinta, ketakutan, penyesalan - begitu banyak emosi di satu waktu - dan kata-katanya adalah sumber kehancuranku. Meluap, isakan aneh keluar dari tenggorokanku, dan aku mulai menangis.
"Tidak, sayang, tidak. Kumohon jangan menangis." Ia menggapai dan, meskipun ruangan ini sempit, ia menarikku melewati rem tangan untuk membawaku ke pangkuannya. Ia mengelus rambutku, mencium mataku, kemudian pipiku, dan aku melilitkan tanganku di sekitarnya dan terisak pelan di lehernya. Ia mengubur hidungnya di rambutku dan mendekapku, memelukku erat dan kami duduk, tak ada salah-satu dari kami berbicara, hanya memeluk satu sama lain.
Suara Sawyer mengejutkan kami. "Unsub memelankan lajunya di luar Escala. Ia berbelok."
"Ikuti dia," bentak Christian.
Aku mengelap hidungku dengan belakang tanganku dan menghirup nafas dalam-dalam.
"Gunakan kemejaku." Christian mencium keningku.
"Maaf," Aku menggumam, malu akan tangisku.
"Untuk apa? Tak perlu minta maaf."
Aku mengelap hidungku lagi. Ia mengangkat daguku dan menanamkan ciuman lembut di bibirku. "Bibirmu begitu lembut saat kau menangis, gadisku yang cantik dan pemberani," bisiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar